Telah diriwayatkan dari Yusuf bin Athiyah, dia berkata :
“Aku mendengar Tsabit berkata kepada Hamid al-Thawil
(seorang Tabi’in yang tsiqah ) :
‘Wahai Abu ‘Ubaid, apakah telah sampai kabar kepadamu bahwa ada seorang yang shalat
di kuburnya sendiri selain para Nabi?’
Dia menjawab : ‘Tidak.’
Berkata Tsabit : ‘Ya Allah, jika Engkau mengizinkan
seseorang dapat melakukan shalat di kuburnya sendiri, maka berilah izin kepada
Tsabit untuk bisa shalat di kuburnya sendiri.”
Telah diriwayatkan dari Syaiban bin Jasr dari Ayahnya, dia
berkata :
“Demi Allah yang tiada Tuhan yang patut disembah melainkan
Dia, aku benar-benar memasukan Tsabit
al-Bunani ke dalam lubang kuburnya, bersamaku Hamid al-Thawil. Ketika kami
meratakan batu bata di atasnya, maka tiba-tiba batu bata tersebut jatuh, dan ketika itu aku melihat dia (tsabit)
shalat di dalam kuburnya. Lalu aku berkata kepada orang yang bersamaku : ‘Adakah
engkau juga melihatnya?’
Dia menjawab : ‘Diamlah!’
Lalu kami ratakan kembali batu tersebut, dan kami datang ke
tempat anak perempuan Tsabit, dan bertanya : ‘Amal apa yang selalu dikerjakan
ayahmu?’
Dia bertanya “apa yang kalian lihat?”
Lalu kami menceritakan apa yang terjadi. Lalu dia berkata :
“Sesungguhnya ayahku selalu bangun malam (shalat malam) selama lima puluh
tahun, dan ketika dating waktu sahur (fajar)
dia berdoa : “Ya Allah, jika Engkau telah memberikan kepada salah
seorang dari mahluk-Mu dapat melakukan shalat di kuburnya, maka berikanlah ia
kepadaku.’ Dan ternyata Allah tidak menolak doa tersebut.”
Telah diriwayatkan dari Ibrahim bin al-Sama’ al-Mihlabi, dia
berkata : “Telah bercerita kepadaku orang-orang yang melalui kubur Tsabit di
waktu sahur (fajar), mereka berkata : ‘Ketika kami berjalan di samping
kubur Tsabit, maka kami mendengar bacaan
Al-qur’an.”
Tsabit Al-Bunani memang benar-benar penikmat tahajjud. Ia pernah menerangkan bahwa ibadah salat itu adalah rahmat Allah di muka bumi. Ketika sedang sakit menjelang wafatnya, beberapa orang sahabat datang menjenguknya. Tsabit dengan terbata-bata berucap, “ Wahai saudaraku, tadi malam saya tidak dapat melaksanakan salat seperti biasanya. Saya juga tidak dapat berpuasa, dan menemui sahabat-sahabat saya , sehingga saya teringat kepada Allah SWT seperti ketika saya mengingat-Nya bersama mereka “. Kemudian beliau berdoa, “ Ya Allah, jika Engkau menahanku untuk melaksanakan tiga hal, maka janganlah Engkau tinggalkan saya di dunia ini walau sesaat saja.” Setelah berkata demikian, ia menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Qiyamul-lail adalah sarana yang efektif untuk meraih kesucian hati dan ketenangan jiwa. Karena di dalamnya seseorang akan dapat menumpahkan segala keluh kesah, kekhawatiran, keinginan dan harapannya secara langsung kepada-Nya. Saat segala kekacauan hidup dan berbagai bencana datang mendera, qiyamul-lail adalah sarana yang tepat untuk memupuk ketenangan dan kedamaian dalam jiwa. Sungguh, orang yang rajin mengerjakan qiyamul-lail akan menemukan nikmat yang luar biasa, saat hati dan jiwa hanyut dalam keheningan malam seraya bermunajah kepada-Nya
Qiyamul-lail adalah sarana yang efektif untuk meraih kesucian hati dan ketenangan jiwa. Karena di dalamnya seseorang akan dapat menumpahkan segala keluh kesah, kekhawatiran, keinginan dan harapannya secara langsung kepada-Nya. Saat segala kekacauan hidup dan berbagai bencana datang mendera, qiyamul-lail adalah sarana yang tepat untuk memupuk ketenangan dan kedamaian dalam jiwa. Sungguh, orang yang rajin mengerjakan qiyamul-lail akan menemukan nikmat yang luar biasa, saat hati dan jiwa hanyut dalam keheningan malam seraya bermunajah kepada-Nya
Wallahualam bi Shawab
Buku : Sudah dahsyatkah Shalat & Doa Anda?
0 komentar on Kisah shalat para Tabi'in : Tsabit al-Bunani, Shalat dalam kuburnya. :
Post a Comment and Don't Spam!